Selasa, 28 Oktober 2008

TUGAS TIK

PENGETAHUAN ALAM

Tumbuhan


Iklim dan jenis tanah di kawasan TNGP memberi pengaruh terhadap kondisi kehidupan tumbuhan di TNGP.
Kawasan Gunung Gede dan Pangrango merupakan kawasan yang terbasah di pulau Jawa, and sebagai konsekwensinya hutan di kawasan ini sangat kaya dengan beranekaragam jenis flora. Bulan Desember – Maret merupakan bulan terbasah, dimana hujan turun hampir setiap hari. Tetapi antara Bulan Maret sampai September merupakan musim kering/kemarau, daun-daun kering banyak berjatuhan dan potensial untuk menyebabkan kebakaran, namun kelembaban lingkungan mikro hutan dan tanah mampu untuk menjaga agar vegetasi tetap hijau dan bertumbuh. Pada bagian pegunungan, temperatur udara semakin turun dan hutan sekitarnya sering ditutupi kabut, dan kelembaban udara yang rendah di daerah ini merupakan habitat ideal bagi tumbuhan pemanjat dan lumut.
Pada daerah yang lebih tinggi ketersedian dan kondisi udara semakin sedikit dan menipis, dan kelembaban makin rendah, serta ketersediaan nutrisi tanah juga sedikit. Hal ini menyebabkan keanekaragaman jenis tumbuhan semakin rendah dan struktur hutan sudah tidak lengkap, tidak ada pohon tinggi. Ahli ekologi membuat klasifikasi ekosistem hutan di TNGP kedalam 3 tipe vegetasi berdasarkan ketinggian yaitu:
Montana Bawah / submontana(1,000-1,500 m d.p.l.)
Montana (1,500-2,400 m d.p.l.)
Sub Alpin (2,400-3,019 m d.p.l)
Hutan Montane Bawah / submontana
Tipe vegetasi ini dapat ditemukan saat mulai memasuki kawasan TNGP. Terdapat jenis-jenis satwa dan tumbuhan pada hutan tipe ini, termasuk Owa Jawa dan si pohon raksasa Rasamala, yang merupakan jenis satwa dan tumbuhan yang habitatnya pada tipe hutan ini. Hal ini disebabkan karena tipe hutan ini mempunyai jenis vegetasi yang merupakan campuran antara vegetasi hutan dataran rendah dan hutan pegunungan sehingga seringkali disebut sebagai ekosistem sub montana.
Kondisi tanah di hutan montana dataran rendah biasanya dalam, basah, dan kaya dengan bahan-bahan organik dan partikel tanah yang subur seperti tanah liat, karena itu, pohon-pohon di hutan montana tumbuh lebih besar dan tinggi. Pohon-pohon dominan di hutan montana adalah saninten, dan kayu pasang dari famili FAGACEA.
Hutan montana
Zona ini disebut juga ”Hutan Pegunungan Atas”, berada pada ketinggian 1500 – 2400 m dpl. Ekoton antara vegetasi hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas biasanya sangat jelas. Ada suatu perbedaan jelas yaitu: pohon-pohon agak semakin jarang sehingga mudah melihat ke dalam hutan, karena pandangan kita tidak terhalang oleh vegetasi bawah. Pendaki yang berhenti untuk istirahat seringkali merasa lebih dingin. Kebanyakan tumbuhan yang tumbuh pada ketinggian ini merupakan jenis tumbuhan pegunungan sejati, hidup pada kondisi iklim sedang.
Tajuk pohon di hutan pegunungan biasanya memiliki ketinggian yang sama, yaitu 20 meter, percabangan pohon lebih pendek dari cabang pohon di hutan sub montana. Pohon besar dan sangat tinggi sangat jarang, karena perakaran. Daun-daun umumnya kecil. Herba yang umumnya ditemukan di lantai hutan termasuk jenis yang digunakan sebagai tanaman hias yaitu Begonia, Impatiens dan Lobelia.
Hutan Sub Alpin
Hutan di zona sub alpin hanya terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan pohon-pohon kerdil, rapat dengan batang pohon yang kecil, dan lantai hutan dengan tumbuhan bawah yang jarang. Hanya ditemukan sedikit jenis vegetasi yang telah beradaptasi dengan lingkungan yang beriklim ekstrim, hal ini barangkali terkait dengan kondisi tanah yang miskin hara dengan jenis tanah berbatu (litosol).
Jenis pohon yang dominan di hutan ini adalah cantigi (Vaccinium varingiaefolium), dari keluarga ERICACEAE, dan dapat dengan mudah dijumpai disepanjang jalan setapak menuju kawah. Mirip dengan famili jenis Cantigi yang asal Eropa yaitu bilberry, cantigi juga mempunyai buah berry yang bisa dimakan. Daun cantigi muda juga mempunyai warna menarik yaitu merah bersinar yang memperindah hutan pegunungan, seperti halnya pohon puspa. Warna daun muda yang merah kemungkinan merupakan upaya tumbuhan untuk melawan sinar ultraviolet yang sangat ektrim.
You can carefully look for a tiny white flower of Argostemma montanum in the forest floor of submontane forest.Rasamala, an emergent of the forest
Impatiens javanesis
above: due to high humidity, many epiphytes growing on trees
left: a flower of Lobelia montana
left:flowers of Javan Edelweiss can be seen mostly around the crater of Mt. Gede and Alun-alun Suryakencana.right:dwarf forms of subalpine treesleft:flowers and edible berries of cantigi. Young leaves have sour taste and also edible.
Jenis-jenis Anggrek di Gunung Gede-Pangrango
Terdapat lebih dari 200 jenis anggrek di kawasan TNGP; beberapa diantara merupakan jenis anggrek berbunga besar dan sangat indah, namun kebanyakan anggrek di TNGP merupakan jenis anggrek tanah dan kecil serta sangat sulit ditemukan. Kebanyakan anggrek pegunungan hanya tumbuh pada lingkungan yang basah dan lembab.
Trichoglottis pusilla: merupakan anggrek dengan bunga bearoma wangi, hidup di dataran rendah hutan pegunungan. Jenis ini hanya tumbuh pada ketinggian antara 1500 – 1700 m dpl. Juga ditemukan di Sumatera.
Cymbidium lancifolium: termasuk anggrek yang anggota Genus ini tersebar di Asia; Jenis-jenis anggrek dari genus ini tersebar mulai dari Indonesia sampai Jepang, dan didalam kawasan TNGP hidup di hutan hujan pegunungan rendah.
Dendrobium hasseltii: Jenis anggrek yang habitatnya di ketinggian, dan nama anggrek ini ”hasseltii” merupakan nama peneliti yang menemukannnya di Gunung Pangrango.

TUGAS TIK

PENGATAHUAN ALAM

Gunung Ceremai (seringkali disebut 'Ciremai') secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Posisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan 108° 24' 00" BT, dengan ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut.
Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.
Kini G. Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ceremai (TNGC), yang memiliki luas total sekitar 15.000 hektare.
Nama gunung ini berasal dari kata cereme (Phyllanthus acidus, sejenis tumbuhan perdu berbuah kecil dengan rada masam), namun seringkali disebut Ciremai, karena kebiasaan di wilayah Pasundan yang banyak menggunakan awalan 'ci-' untuk penamaan tempat.
Daftar isi[sembunyikan]
1 Vulkanologi dan geologi
2 Jalur pendakian
3 Keanekaragaman hayati
3.1 Vegetasi
3.2 Margasatwa
//

[sunting] Vulkanologi dan geologi
Gunung Ceremai termasuk gunungapi Kuarter aktif, tipe A (yakni, gunungapi magmatik yang masih aktif semenjak tahun 1600), dan berbentuk strato. Gunung ini merupakan gunungapi soliter, yang dipisahkan oleh Zona Sesar Cilacap – Kuningan dari kelompok gunungapi Jawa Barat bagian timur (yakni deretan Gunung Galunggung, Gunung Guntur, Gunung Papandayan, Gunung Patuha hingga Gunung Tangkuban Perahu) yang terletak pada Zona Bandung.
Ceremai merupakan gunungapi generasi ketiga. Generasi pertama ialah suatu gunungapi Plistosen yang terletak di sebelah G. Ceremai, sebagai lanjutan vulkanisma Plio-Plistosen di atas batuan Tersier. Vulkanisma generasi kedua adalah Gunung Gegerhalang, yang sebelum runtuh membentuk Kaldera Gegerhalang. Dan vulkanisma generasi ketiga pada kala Holosen berupa G. Ceremai yang tumbuh di sisi utara Kaldera Gegerhalang, yang diperkirakan terjadi pada sekitar 7.000 tahun yang lalu (Situmorang 1991).
Letusan G. Ceremai tercatat sejak 1698 dan terakhir kali terjadi tahun 1937 dengan selang waktu istirahat terpendek 3 tahun dan terpanjang 112 tahun. Tiga letusan 1772, 1775 dan 1805 terjadi di kawah pusat tetapi tidak menimbulkan kerusakan yang berarti. Letusan uap belerang serta tembusan fumarola baru di dinding kawah pusat terjadi tahun 1917 dan 1924. Pada 24 Juni 1937 – 7 Januari 1938 terjadi letusan freatik di kawah pusat dan celah radial. Sebaran abu mencapai daerah seluas 52,500 km bujursangkar (Kusumadinata, 1971). Pada tahun 1947, 1955 dan 1973 terjadi gempa tektonik yang melanda daerah baratdaya G. Ciremai, yang diduga berkaitan dengan struktur sesar berarah tenggara – barat laut. Kejadian gempa yang merusak sejumlah bangunan di daerah Maja dan Talaga sebelah barat G. Ceremai terjadi tahun 1990 dan tahun 2001. Getarannya terasa hingga Desa Cilimus di timur G. Ceremai.

[sunting] Jalur pendakian
Puncak gunung Ceremai dapat dicapai melalui banyak jalur pendakian. Akan tetapi yang populer dan mudah diakses adalah melalui Desa Palutungan dan Desa Linggarjati di Kab. Kuningan, dan Desa Apuy di Kab. Majalengka. Satu lagi jalur pendakian yang jarang digunakan ialah melalui Desa Padabeunghar di perbatasan Kuningan dengan Majalengka di utara. Di kota Kuningan terdapat kelompok pecinta alam "Akar (Aktivitas Anak Rimba)" yang dapat membantu menyediakan berbagai informasi dan pemanduan mengenai pendakian Gunung Ceremai.

[sunting] Keanekaragaman hayati

[sunting] Vegetasi
Hutan-hutan yang masih alami di Gunung Ceremai tinggal lagi di bagian atas. Di sebelah bawah, terutama di wilayah yang pada masa lalu dikelola sebagai kawasan hutan produksi Perum Perhutani, hutan-hutan ini telah diubah menjadi hutan pinus (Pinus merkusii), atau semak belukar, yang terbentuk akibat kebakaran berulang-ulang dan penggembalaan. Kini, sebagian besar hutan-hutan di bawah ketinggian … m dpl. dikelola dalam bentuk wanatani (agroforest) oleh masyarakat setempat.
Sebagaimana lazimnya di pegunungan di Jawa, semakin seseorang mendaki ke atas di Gunung Ciremai ini dijumpai berturut-turut tipe-tipe hutan pegunungan bawah (submontane forest), hutan pegunungan atas (montane forest) dan hutan subalpin (subalpine forest), dan kemudian wilayah-wilayah terbuka tak berpohon di sekitar puncak dan kawah.
Lebih jauh, berdasarkan keadaan iklim mikronya, LIPI (2001) membedakan lingkungan Ciremai atas dataran tinggi basah dan dataran tinggi kering. Sebagai contoh, hutan di wilayah Resort Cigugur (jalur Palutungan, bagian selatan gunung) termasuk beriklim mikro basah, dan di Resort Setianegara (sebelah utara jalur Linggarjati) beriklim mikro kering.
Secara umum, jalur-jalur pendakian Palutungan (di bagian selatan Gunung Ciremai), Apuy (barat), dan Linggarjati (timur) berturut-turut dari bawah ke atas akan melalui lahan-lahan pemukiman, ladang dan kebun milik penduduk, hutan tanaman pinus bercampur dengan ladang garapan dalam wilayah hutan (tumpangsari), dan terakhir hutan hujan pegunungan. Sedangkan di jalur Padabeunghar (utara) vegetasi itu ditambah dengan semak belukar yang berasosiasi dengan padang ilalang. Pada keempat jalur pendakian, hutan hujan pegunungannya dapat dibedakan lagi atas tiga tipe yaitu hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan atas dan vegetasi subalpin di sekitar kawah. Kecuali vegetasi subalpin yang diduga telah terganggu oleh kebakaran, hutan-hutan hujan pegunungan ini kondisinya masih relatif utuh, hijau dan menampakkan stratifikasi tajuk yang cukup jelas.

[sunting] Margasatwa
Keanekaragaman satwa di Ceremai cukup tinggi. Penelitian kelompok pecinta alam Lawalata IPB di bulan April 2005 mendapatkan 12 spesies amfibia (kodok dan katak), berbagai jenis reptil seperti bunglon, cecak, kadal dan ular, lebih dari 95 spesies burung, dan lebih dari 20 spesies mamalia.
Beberapa jenis satwa itu, di antaranya:
Bangkong bertanduk (Megophrys montana)
Percil Jawa (Microhyla achatina)
Kongkang Jangkrik (Rana nicobariensis)
Kongkang kolam (Rana chalconota)
Katak-pohon Emas (Philautus aurifasciatus)
Bunglon Hutan (Gonocephalus chamaeleontinus)
Cecak Batu (Cyrtodactylus sp.)
Elang Hitam (Ictinaetus malayensis)
Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus)
Elang Jawa (Spizaetus bartelsi)
Puyuh-gonggong Jawa (Arborophila javanica)
Walet Gunung (Collocalia vulcanorum) [masih perlu dikonfirmasi]
Takur Bultok (Megalaima lineata)
Takur Tulung-tumpuk (Megalaima javensis)
Berencet Kerdil (Pnoepyga pusilla)
Anis Gunung (Turdus poliochepalus)
Tesia Jawa (Tesia superciliaris)
Ceret Gunung (Cettia vulcania)
Kipasan Ekor-merah (Rhipidura phoenicura)
Burung-madu Gunung (Aethopyga eximia)
Burung-madu Jawa (Aethopyga mystacalis)
Kacamata Gunung (Zosterops montanus)
Tenggiling (Manis javanica)
Tupai kekes (Tupaia javanica)
Kukang (Nycticebus coucang)
Lutung Surili (Presbytis comata)
Lutung Budeng (Trachypithecus auratus)
Ajag (Cuon alpinus)
Teledu Sigung (Mydaus javanensis)
Kucing Hutan (Prionailurus bengalensis)
Macan Tutul (Panthera pardus)
Kancil (Tragulus javanicus)
Kijang (Muntiacus muntjak)
Jelarang Hitam (Ratufa bicolor)
Landak Jawa (Hystrix javanica)

TUGAS TIK

TUGAS TIK


PENGETAHUAN ALAM


Pengambilan anggrek hutan di Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan kini marak. Tanaman alam itu dalam tiga bulan terakhir terus diperdagangkan sebagai tanaman hias di Kalimantan Selatan. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka plasma nuftah tanaman bakal punah.


“Para penggemar tanaman hias, khususnya penggemar anggrek kebanyakan memburu Lukut Raksasa, nama tanaman setempat untuk anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum). Tanaman yang juga disebut anggrek harimau dijual seharga ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Selain itu juga yang banyak diperdagangkan adalah berbagai jenis tanaman kantong semar,” tuturnya.


Ironisnya, warga setempat sendiri juga masih banyak menganggap tanaman tersebut tidak bernilai. “Meskipun sudah ada hukum adat seperti di beberapa balai suku Dayak di Loksado, namun itu belum bisa menghentikan pengambilan anggrek hutan tersebut,” katanya.


Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI), sejak tahun 2006 lalu sudah meminta pemerintah untuk melindungi kawasan Pegunungan Meratus seluas satu juta hektar.

Dari kajian YCHI terkait keanekaragaman hayati Pegunungan Meratus tahun 2005, hasilnya mengejutkan. Mamalia misalnya ada 78 jenis dari 21 suku, 316 jenis burung atau sekitar 88,27 persen burung yang ada di Kalimantan sebanyak 358 jenis. Herpetofauna (amphibia dan reptilia) ada 130 jenis dari 20 suku, termasuk 59 jenis hanya dapat diidentifikasi pada tingkat marga.

Selain itu, ikan ada 65 jenis dari 25 suku dan beberapa di antaranya belum bisa teridentifikasi jenisnya. Sementara serangga ada 408 jenis dari 54 suku dan masih banyak belum terindentifikasi.

Kawasan pegunungan Meratus juga menjadi tempat terakhir bagi 19 jenis satwa endemik dan 25 jenis buruh endemik Kalimantan. Ini belum terhitung jenis-jenis padi lokal dan anggrek alam yang juga sangat kaya jenisnya. Di Loksado, sedikitnya ada 52 jenis Anggrek.

ADIT&ARIF


PROFIL MASRUL ARIF


NAMA LENGKAP: MASRUL ARIF


ALAMAT: 15 B BARAT


TIM SEPAKBOLA FAVORIT : JUVENTUS FC


MAKANAN FAVORITE: APE AJ YNG PENTING HALAL


MINUMAN FAVORITE: SPRITE


HOBI : GW HOBI BGT MAEN BOLA

KARENA GW PNGEN KAYA'' DEL PIERO

JD ORANG TERKENAL


CITA2: GW PNY CITA2 JD ORG SUKSES BIAR

GW BISA NYENENGIN ORANG TUA GW


PESAN DARI GW


JANGAN PERNAH HINDARI MASALAH

HADAPI MASALAH DENGAN TEGAR


PERCAYA AJ LO PASTI DAPET KETENANGAN

KARENA MASALAH ITU PASTI AKAN SELESAI

SAINT LOCO


PROFIL ADITIO


NAMA LENGKAP : ADITIO BASKORO SUDARMAN


ALAMAT : JLN.TIRAM NO 2 YOSODADI METRO TIMUR KOTA METRO


MAKANAN FAVORITE : NASI GORENG AJ.............
MAKANAN PALING GA'' SUKA: DGING SAPI&DGING KAMBING

MINUMAN FAVORITE : POCARI SWEAT AJ.............
MINUMAN PALING GA'' SUKA : SUSU(AQ JIJI'' BGT MA SUSU")
HOBI : AQ PLING SKA NGBAND TRUTAMA NGEDRAM
BWT SMNTARA INI KEINGINAN AQ UDH KESAMPAIAN
YAITU JADI JAWARA 1.............
KEINGINAN SLANJUTNYA JADI THE BEST PLAYER PAS FESTIVAL...
SELAIN NGEBAND AQ HOBI NGELAMUN KARENA PD SAAT ITU
INSPIRASIKU BISA MELAYANG TINGGI WLAWPUN G'' SAMPE KE ANGGKASA
(ONGKOSNYA MAHAL)
CITA2 : PNGEN NYA SI JADI SOKEP ALIAS POLISI
LALU AQ MW NAIK HAJI..........
STATUS : BELUM NIKAH.....................
(tp udh ad yang ngisi..........)
pesan dri aq
JIKA KAMU MENJADI BINTANG
JDILAH YANG PALING TERANG !
JIKA KAMU JADI COKLAT
JDILAH YANG PLING MANIS !
JIKA KAMU JADI MIMPI
JDILAH YANG TERINDAH
DAN JIKA KAMU MENYAYANGI SESEORANG
JADILAH YANG TERBAIK DALAM KEHIDUPAN ORANG TERSEBUT........
THANK Q CUY