Selasa, 28 Oktober 2008

TUGAS TIK


PENGETAHUAN ALAM


Pengambilan anggrek hutan di Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan kini marak. Tanaman alam itu dalam tiga bulan terakhir terus diperdagangkan sebagai tanaman hias di Kalimantan Selatan. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka plasma nuftah tanaman bakal punah.


“Para penggemar tanaman hias, khususnya penggemar anggrek kebanyakan memburu Lukut Raksasa, nama tanaman setempat untuk anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum). Tanaman yang juga disebut anggrek harimau dijual seharga ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Selain itu juga yang banyak diperdagangkan adalah berbagai jenis tanaman kantong semar,” tuturnya.


Ironisnya, warga setempat sendiri juga masih banyak menganggap tanaman tersebut tidak bernilai. “Meskipun sudah ada hukum adat seperti di beberapa balai suku Dayak di Loksado, namun itu belum bisa menghentikan pengambilan anggrek hutan tersebut,” katanya.


Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI), sejak tahun 2006 lalu sudah meminta pemerintah untuk melindungi kawasan Pegunungan Meratus seluas satu juta hektar.

Dari kajian YCHI terkait keanekaragaman hayati Pegunungan Meratus tahun 2005, hasilnya mengejutkan. Mamalia misalnya ada 78 jenis dari 21 suku, 316 jenis burung atau sekitar 88,27 persen burung yang ada di Kalimantan sebanyak 358 jenis. Herpetofauna (amphibia dan reptilia) ada 130 jenis dari 20 suku, termasuk 59 jenis hanya dapat diidentifikasi pada tingkat marga.

Selain itu, ikan ada 65 jenis dari 25 suku dan beberapa di antaranya belum bisa teridentifikasi jenisnya. Sementara serangga ada 408 jenis dari 54 suku dan masih banyak belum terindentifikasi.

Kawasan pegunungan Meratus juga menjadi tempat terakhir bagi 19 jenis satwa endemik dan 25 jenis buruh endemik Kalimantan. Ini belum terhitung jenis-jenis padi lokal dan anggrek alam yang juga sangat kaya jenisnya. Di Loksado, sedikitnya ada 52 jenis Anggrek.

Tidak ada komentar: